Sabtu, 04 April 2009

PENGEMBANGAN KURIKULUM INKLUSI


BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU No. 20 Tahun 2003, Pasal 3). Untuk mewujudkan fungsi dan tujuan pendidikan tersebut, perlu dikembangkan model kurikulum yang dapat menjamin berkembangnya potensi semua peserta didik. Dalam konteks penyelenggaraan pendidikan inklusiff yang memberikan kesempatan kepada semua anak belajar bersama-sama di sekolah umum dengan memperhatikan keragaman dan kebutuhan individual, sehingga potensi anak dapat berkembang secara optimal.

Pendidikan inklusiff adalah sistem layanan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua anak belajar bersama-sama di sekolah umum dengan memperhatikan keragaman dan kebutuhan individual, sehingga potensi anak dapat berkembang secara optimal.
Kurikulum memiliki kedudukan yang sangat strategis, karena kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan. Melalui kurikulum, sumber daya manusia dapat diarahkan, dan kemajuan suatu bangsa akan ditentukan. Kurikulum harus dikembangkan sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik, kebutuhan pembangunan nasional, serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sejak akhir milenium kedua ada kecenderungan penyelenggaraan pendidikan bagi peserta didik berkebutuhan khusus dilaksanakan di sekolah–sekolah reguler. Pendidikan semacam ini disebut pendidikan inklusif. Pendidikan inklusif adalah pendidikan yang menyertakan semua anak secara bersama-sama dalam suatu iklim dan proses pembelajaran dengan layanan pendidikan yang layak dan sesuai kebutuhan individu peserta didik tanpa membeda-bedakan anak yang berasal dari latar belakang etnik/ suku, kondisi social, kemampuan ekonomi, afiliasi politik, bahasa, geografis (keterpencilan) tempat tinggal, jenis kelamin, agama/ kepercayaan, dan perbedaan kondisi fisik atau mental. Dalam kebersamaan tersebut perlu ada penyesuaian komponen-komponen pendidikan terhadap kebutuhan khusus peserta didik.

Pendidikan inklusiff sebagai wacana baru dalam bidang pendidikan memerlukan pedoman dalam sistem penyelenggaraannya. Sehubungan dengan hal tersebut perlu disusun pedoman dalam pengembangan kurikulum dalam penyelenggaraan sekolah inklusif.

B. Tujuan Penulisan Buku

Buku ini disusun sebagai pedoman bagi para pembaca terutama para pembina dan pelaksana pendidikan dan diharapkan mampu mengembangkan kurikulum (program pembelajaran) pendidikan inklusif.

C. Diversifikasi Kurikulum

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum berisi seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi yang dibakukan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional dan cara pencapaiannya disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan daerah dan sekolah.

Dalam hal ini diversifikasi kurikulum diperlukan mengingat keberagaman karakteristik peserta didik, daerah dan sekolah sehingga cara penyampaian dan pencapaian kompetensi harus disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan daerah dan sekolah, Jadi, pengertian diversifikasi kurikulum adalah pelayanan pendidikan dengan cara menyesuaikan, memperluas, dan memperdalam kompetensi dan materi pelajaran dalam rangka untuk melayani keberagaman penyelenggaraan satuan pendidikan, kebutuhan serta kemampuan daerah dan sekolah ditinjau dari segi geografis, budaya, serta kemampuan, kebutuhan dan minat serta potensi peserta didik. Diversifikasi kurikulum yang melayani keberagaman kemampuan peserta didik ini dikelompokkan ke dalam: normal, sedang, dan rendah.

Diversifikasi kurikulum yang melayani minat peserta didik dan kebutuhan daerah dirancang oleh daerah dan sekolah. Diversifikasi kurikulum juga dilaksanakan untuk melayani peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena adanya kelainan fisik, emosional, mental, sosial dan/ atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Diversifikasi kurikulum juga perlu dilaksanakan untuk melayani peserta didik dari daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi


BAB II
KURIKULUM, PESERTA DIDIK, DAN PROGRAM PEMBELAJARAN INDIVIDUAL


Kurikulum

Dalam Undang Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 1 angka 19 disebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran, teknik penilaian, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional telah menetapkan Standar Isi dan Standar Kompetensi lulusan, yang meliputi Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD). Untuk pengembangan kurikulum selanjutnya diserahkan pada satuan pendidikan masing-masing yang nantinya dikenal sebagai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Substansi pengembangan kurikulum yang lebih rinci dilakukan berdasarkan Standar Kompetensi Lulusan, Standar Kelompok Mata Pelajaran, dan Standar Kompetensi Mata Pelajaran. Kurikulum ini dikembangkan di tingkat satuan pendidikan dengan mengingat kondisi daerah dan kondisi kemampuan peserta didik.

Peserta Didik

Sekolah yang menyelenggarakan pendidikan inklusif memiliki peserta didik yang berbeda dengan sekolah lain pada umumnya. Ada tiga hal yng perlu dibahas sekilas tentang peserta didik sekolah inklusif, yaitu: pengertian peserta didik berkebutuhan khusus dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa; karakteristik dan kebutuhan khusus peserta didik; dan tingkat kecerdasan.



Pengertian Peserta Didik Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang dalam proses pertumbuhan/ perkembangannya secara signifikan mengalami kelainan/ penyimpangan (phisik, mental-intelektual, social, emosional) dibanding dengan anak-anak lain seusianya sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Jika peserta didik yang mengalami kelainan atau penyimpangan yang tidak signifikan dan telah dapat dikoreksi dengan alat bantu tidak memerlukan pendidikan khusus, peserta didik tersebut tidak termasuk peserta didik yang berkebutuhan khusus.

Untuk keperluan pendidikan inklusiff, peserta didik berkebutuhan khusus atau yang memiliki kelainan dapat dikelompokkan menjadi : khusus yang dapat dilayani melalui pendidikan inklusiff diantaranya, cacat fisik, intelektual, sosial, emosional, cerdas dan/atau berbakat istimewa, anak yang tinggal di daerah terpencil/terbelakang, suku terasing, korban bencana alam/ sosial, kemiskinan, warna kulit , gender, ras, bahasa, budaya, agama, tempat tinggal, kelompok politik, anak kembar, yatim, yatim piatu, anak pedesaan, anak kota, anak terlantar, tuna wisma, anak terbuang, anak yang terlibat dalam sistem pengadilan remaja, anak terkena daerah konflik senjata, anak pengemis, anak terkena dampak narkoba HIV/AIDS (ODHA), anak gelandangan dan nomaden, dll sesuai dengan kemampuan dan kebutuhannya.

2. Hambatan-hambatan peserta didik berkebutuhan khusus
Setiap peserta didik berkebutuhan khusus memiliki hambatan-hambatan tertentu yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Perbedaan hambatan-hambatan tersebut juga menggambarkan adanya perbedaan kebutuhan layanan pendidikan bagi setiap peserta didik, baik yang berkaitan dengan kemampuan/ kesanggupan maupun ketidakmampuan peserta didik secara individual.
Untuk keperluan pengembangan pengajaran pendidikan inklusif, kebutuhan khusus peserta didik perlu dilakukan asesmen dan identifikasi keunggulan dan hambatan-hambatannya serta kebutuhan khusus peserta didik.



Program Pendidikan/ Pembelajaran Individual
Guru kelas atau guru bidang studi di sekolah reguler bersama-sama guru Pendidikan Luar Biasa (PLB) atau Pendidikan Khusus (PKh) sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran bagi peserta didik berkebutuhan khusus terlebih dahulu perlu menjabarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam rencana pembelajaran reguler, modifikasi pembelajaran serta program pengajaran individual (PPI) untuk anak berkebutuhan khusus.
PPI merupakan rencana pengajaran yang dirancang untuk satu orang peserta didik yang berkebutuhan khusus atau yang memiliki kecerdasan/bakat istimewa. PPI harus merupakan program yang dinamis artinya sensitif terhadap berbagai perubahan dan kemajuan peserta didik, dan disusun oleh sebuah tim terdiri dari orang tua/wali murid, guru kelas, guru mata pelajaran, guru pendidikan khusus/ PLB, dan peserta didik yang bersangkutan yang disusun secara bersama-sama.
Idealnya PPI tersebut disusun oleh tim terdiri dari Kepala Sekolah, Komite Sekolah, Tenaga ahli dan Profesi terkait, orang tua/wali murid, guru kelas, guru mata pelajaran dan guru pendidikan khusus/PLB, serta peserta didik yang bersangkutan.
a. Prinsip-Prinsip PPI
Berorientasi pada peserta didik
Sesuai potensi dan kebutuhan anak
Memperhatikan kecepatan belajar masing-masing
mengejar ketertinggalan dan mengoptimalkan kemampuan

b. Komponen PPI secara garis besar meliputi :
Deskripsi tingkat kemampuan peserta didik sekarang,
Tujuan jangka panjang (umum) dan tujuan jangka pendek (khusus),
Rincian layanan pendidikan khusus dan layanan lain yang terkait, termasuk Seberapa besar peserta didik dapat berpartisipasi di kelas reguler,
Sasaran
Metode
Ketercapaian sasaran
Evaluasi



BAB III
PENGEMBANGAN DAN IMPLEMENTASI KURIKULUM
DALAM PROGRAM INKLUSIF


A. Dasar Pengembangan Kurikulum

Kurikulum yang digunakan dalam penyelenggaraan program inklusif pada dasarnya adalah menggunakan kurikulum reguler yang berlaku di sekolah umum. Namun demikian karena ragam hambatan yang dialami peserta didik berkebutuhan khusus sangat bervariasi, mulai dari yang sifatnya ringan, sedang sampai yang berat, maka dalam implementasinya di lapangan, kurikulum reguler perlu dilakukan modifikasi sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kebutuhan peserta didik.

Untuk melakukan modifikasi dan pengembangan kurikulum dalam program inklusif harus mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun perundang-undangan yang menjadi landasan dalam pengembangan dan implementasi kurikulum dalam program inklusif, antara lain sebagai berikut.
1. UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional khususnya :
a. Pasal 5 ayat (1) : setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu
b. Pasal 5 ayat (2) : warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.
c. Pasal 5 ayat (3) : warganegara di daerah terpencil atau terbelakang, serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus.
d. Pasal 5 ayat (4) : warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus.
e. Pasal 6 ayat (1) setiap warganegara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar
f. Pasal 12 ayat (1.b) : setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya.
g. Pasal 36 ayat (1) : pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
h. Pasal 36 ayat (2) : kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, serta peserta didik.
i. Penjelasan Pasal 15 : Pendidikan khusus merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusiff atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah.
2. Peraturan Pemerintah No. 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, khususnya:
a. Pasal 1 ayat (13) : Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
b. Pasal 1 ayat (15) : Kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan.
c. Pasal 17 ayat (1) : Kurikulum tingkat satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTS/SMPLB, SMA/MA/SMALB, SMK/MAK/ atau bentuk lain yang sederajat dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah/karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan peserta didik.
d. Pasal 17 ayat (2) : sekolah dan komite sekolah atau madrasah dan komite madrasah, mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan, dibawah supervisi Dinas Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab di bidang pendidikan untuk SD, SMP, SMA, dan SMK dan Departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan MAK.
3. Peraturan Mendiknas No. 22/2006 tanggal 23 Mei 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah
4. Peraturan Mendiknas No. 23/2006 tanggal 23 Mei 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah
5. Peraturan Mendiknas No. 24/2006 tanggal 2 Juni 2006 tentang Pelaksanaan Peraturan Mendiknas No. 22/2006 dan No. 23/2006.

B. Tujuan Pengembangan Kurikulum
1. Membantu peserta didik dalam mengembangkan potensi dan mengatasi hambatan belajar yang dialami semaksimal mungkin dalam setting sekolah inklusif
2. Membantu guru dan orangtua dalam mengembangkan program pendidikan bagi peserta didik berkebutuhan khusus baik yang diselenggarakan di sekolah maupun di rumah.
3. Menjadi pedoman bagi sekolah, dan masyarakat dalam mengembangkan, menilai dan menyempurnakan program pendidikan inklusif.

C. Model Pengembangan Kurikulum
1. Model kurikulum umum (reguler)
Pada model kurikulum ini peserta didik berkebutuhan khusus mengikuti kurikulum umum, sama seperti peserta didik lainnya di dalam kelas yang sama. Program layanan khususnya lebih diarahkan kepada proses pembimbingan belajar, motivasi dan ketekunan belajarnya.
2. Model kurikulum umum dengan modifikasi
Pada model kurikulum ini ABK menggunakan kurikulum perpaduan antara kurikulum umum dengan kurikulum PPI. Operasional pengembangan kurikulum ini, dilakukan dengan cara memodifikasi kurikulum umum disesuaikan dengan potensi dan karakteristik ABK. Dengan kurikulum modifikasi ini diharapkan ABK dapat mengikuti pembelajaran pada kelas umum secara klasikal bersama anak-anak umum lainnya.
3. Model kurikulum yang diindividualisasikan
Pada model kurikulum ini, ABK menggunakan kurikulum yang diindivualisasikan, dalam format program pendidikan individual (PPI). Sesuai dengan sifat dan karakteristiknya, kurikulum ini sering disebut model kurikulum PPI, yang dikembangkan secara khusus oleh guru pendidikan khusus di sekolah inklusif.
Model kurikulum PPI ini dipersiapkan untuk ABK yang tidak dapat mengikuti kurikulum umum maupun kurikulum modifikasi. Standar kompetensi dalam kurikulum PPI dirumuskan berdasarkan hasil asesmen yang dilakukan oleh guru pendidikan khusus bersama tim ahli terkait.

Implementasi Pengembangan Kurikulum dalam Setting Inklusif
Implementasi pengembangan kurikulum dari ketiga model di atas dituangkan dalam format lampiran berikut.

IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN KURIKULUM DALAM PENDIDIKAN INKLUSIF

Program Tambahan yang diperlukan (sesuai kebutuhan)
Bimbingan Keterampilan khusus sesuai hambatannya dilaksanakan oleh guru kelas Bimbingan keterampilan khusus sesuai hambatan
nya dilaksa nakan oleh GPK (di kelas / di luar kelas) Bimbingan akademik di luar kelas (remedial teaching) oleh guru kelas/GPK/ lainnya Program pengayaan horisontal oleh guru kelas/ GPK Program percepat an belajar oleh guru kelas/Bd. Studi dengan SKS Program pengembangan bakat istimewa/ keterampilan vokasinal Program intervensi dengan melibatkan profesi lain
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
1. Potensi kecerdasan rata-rata
2. hambatan non akademik ringan Klasikal
Kelompok
Individual Reguler
Individual
Proses Bimb. Keterampilan khusus sesuai hambatannya dilaksanakan oleh guru kelas Tentatif Tentatif Tentatif Tentatif Tentatif Tentatif
1. Potensi kecerdasan rata-rata
2. hambatan non akademik sedang - berat Klasikal
Kelompok
Individual Reguler
Individual
Proses Tentatif Bimbingan keterampilan khusus sesuai hambatan
nya dilaksa nakan oleh GPK (di kelas / di luar kelas) Tentatif Tentatif Tentatif Tentatif Tentatif
1. Potensi kecerdasan sedikit di bawah rata-rata
2. hambatan non akademik Klasikal
Kelompok
Individual Reguler
Individual
Proses Bimb. Keterampilan khusus sesuai hambatannya dilaksanakan oleh guru kelas Bimb. Keterampil an khusus sesuai hambatan nya dilaksa nakan oleh GPK (di kelas/luar kelas) Bimbingan akademik di luar kelas (remedial teaching) oleh guru kelas/GPK/ lainnya Tentatif Tentatif Tentatif Program intervensi dengan melibat kan profesi lain
1. Anak dengan bakat istimewa /
2. Anak dengan cerdas istimewa Klasikal
Kelompok
Individual Reguler
Individual
Proses Tentatif Tentatif Tentatif Tentatif Program percepat an belajar oleh guru kelas/Bd. Studi dengan SKS Program pengembangan bakat istimewa/ keterampilan vokasinal Tentatif
(2)
Model Kurikulum Reguler dengan Modifikasi 1. Potensi kecerdasan di bawah rata-rata kategori ringan
2. hambatan non akademik ringan Klasikal
Kelompok
Individual Reguler
Individual
Proses Bimb. Keterampilan khusus sesuai hambatannya dilaksanakan oleh guru kelas Bimb. Keterampil an khusus sesuai hambatan nya dilaksa nakan oleh GPK (di kelas/luar kelas) Bimbingan akademik di luar kelas (remedial teaching) oleh guru kelas/GPK/ lainnya Tentatif Tentatif Tentatif Program intervensi dengan melibat kan profesi lain
(3)
Model Kurikulum yang di individualisasikan 1. Potensi kecerdasan di bawah rata-rata kategori sedang
2. hambatan non akademik ringan - sedang Klasikal
Kelompok
Individual Reguler
Individual
Proses Bimb. Keterampilan khusus sesuai hambatannya dilaksanakan oleh guru kelas Bimb. Keterampil an khusus sesuai hambatan nya dilaksa nakan oleh GPK (di kelas/luar) Bimbingan akademik di luar kelas (remedial teaching) oleh guru kelas/GPK/ lainnya Program pengayaan horisontal oleh guru kelas/ GPK Tentatif Program pengembangan bakat istimewa/ keterampilan vokasinal Program intervensi dengan melibat kan profesi lain

3 komentar:

  1. makasih yaa ..sngat membantu buat tugas sya

    BalasHapus
  2. kalau berkenan boleh tdk saya minta silabus/RP/modul untuk mengajarkan untuk anak saya "kesulitan belajar", soalnya ditempat terpencil saya blm ada sekolah inklusi untuk menampung anak saya,kalau boleh tlg kirim via email: emmyrob05@gmail.com

    terima kasih

    BalasHapus
  3. Sangat informatif dan jd acuan utk sekolah inklusif di seluruh indonesia.

    BalasHapus

blh ikutan nimbrung koq