Senin, 06 April 2009

Peningkatan Prestasi Belajar Siswa Berkesulitan Belajar Membaca-Menulis melalui Pendekatan Kooperatif Tipe TAI (team assisted individualization)


ABSTRAK:

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan prestasi siswa berkesulitan belajar membaca menulis permulaan di SD. Desain penelitian ini dirancang dengan pendekatan praeksperimental. Metode pengumpulan data menggunakan alat bantu tes, dokumentasi, dan observasi. Analisis data menggunakan statistik non parametrik "Uji Tanda" terhadap prestasi siswa berkesulitan belajar. Hasilnya adalah pembelajaran kooperatif tipe Teams Assisted Individualize (TAI) berpengaruh terhadap peningkatan prestasi siswa dan diharapkan bermanfaat bagi pengembangan model pembelajaran yang efektif terhadap siswa berkesulitan belajar di SD.


ABSTRACT:

The study attempts to improve the achievement of the student with early reading and writing difficulties. The research is designed experimentally. To collect the data, instrumens of test, ducumentation and observation are used. The data were analised using non parametric statistic:"The sign test" to student with specific learning difficulties. The result show that student achievement was increased using cooperaitve learning type TAI, and according to the result study is it recomendet to develop other learning effective for special student with difficulties in elementary school.

Kata Kunci : Prestasi, Siswa Berkesulitan Belajar, dan Kooperatif

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Upaya peningkatan prestasi pendidikan terhadap siswa berkesulitan belajar terus diupayakan dengan penanganan yang saksama. Penanganan siswa berkesulitan belajar disesuaikan dengan falsafah dan budaya bangsanya. Bangsa Indonesia mempunyai falsafah Pancasila yang pada esensinya menekankan hidup bergotong royong. Gotong royong dalam mencapai tujuan disebut pula kooperatif. Pembelajaran kooperatif merupakan suatu strategi penempatan siswa dalam belajar kelompok kecil bergotong royong, yang mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda dalam mencapai tujuan belajar bersama.

Masalah siswa berkesulitan belajar termasuk dalam bidang pendidikan luar biasa. Siswa ini bila tidak segera ditangani, lambat laun kesulitan belajarnya semakin kompleks, dan akhirnya menjadi bencana bagi pendidikan, karena sumber daya manusia (SDM) yang dipersiapkan menjadi tidak tercapai. Untuk itu perlu adanya upaya penanganan siswa berkesulitan belajar yang melibatkan berbagai disiplin ilmu.

Disiplin ilmu yang erat kaitannya dengan penanganan ini adalah ortopedagogik (PLB), psikologi, bimbingan konseling, kedokteran neurologis dan teknologi pendidikan. Apabila kesulitan belajar tidak tertangani secara cepat dan tepat lambat laun siswa berpotensi untuk drop out pada jenjang kelas yang rendah di SD. Saat ini besar siswa drop out 5%, dan angka mengulang kelas pada kelas satu, dua, dan pada tiga sebesar 9,47% (sembilan koma empat tujuh persen).

Pusbang Kurrandik Balitbang Dikbud (Widyastono, 1996) secara nasional meneliti hal itu dari 4994 siswa ditemukan sebanyak 696 peserta didik termasuk kategori siswa berkesulitan belajar. Jumlah ini telah mencapai 13,9% secara nasional. Sampel di Sidoarjo, khususnya di SD Kecamatan Waru, menunjukkan bahwa 15,9% dari 599 siswa SD berkesulitan belajar. Dari hasil tersebut yang dikategorikan siswa berintelegensi rendah mencapai 52,6%, dan siswa berintelegensi tinggi berprestasi rendah (underachiever) sebanyak 22%. Ini menandakan bahwa di antara siswa berkesulitan belajar tersebut disebabkan karena faktor penyebab non intelektif, yang berarti pula faktor sekolah dan keluarga memegang peranan penting untuk mengatasinya (Widyastono, 1996). Selanjutnya hasil penelitian ini merekomendasikan agar segera ditemukan pola penanganan siswa berkesulitan belajar efektif.

Untuk itu perlu dikembangkan pola pembelajaran bercirihas kebudayaan Indonesia yang kooperatif dengan pola "Ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karso, tut wuri handayani" yang dipelopori oleh Ki Hajar Dewantoro. Hasil penelitian ini dapat mengembangkan pola pembelajaran kooperatif dalam belajar membaca dan menulis di SD, yang bercirihas budaya Indonesia. Di dalam menangani masalah kesulitan belajar ini perlu di-kembangkan pendekatan pola pembelajaran kooperatif. Pendekatan ini sesuai dengan falsafah bangsa Indonesia yaitu Pancasila dan semboyan "Bhineka tunggal ika", artinya manusia pada hakikatnya makhluk bhineka dan perlu bergotong royong dalam mencapai tujuan hidup ini. Untuk itu perlu perhatian dan penanganan secara tepat dan cepat dengan pendekatan kooperatif baik antara sekolah, orang tua, dan masyarakat.

Berdasarkan kajian teori dan hasil data empirik tampak bahwa ada pengaruh pembelajaran kooperatif terhadap peningkatan prestasi siswa berkesulitan belajar. Hal ini dikarenakan seluruh siswa dalam kelompok tersebut dapat bersama-sama membantu siswa yang berkesulitan belajar dalam membaca menulis dengan bahasa siswa sendiri. Dengan tutor teman sebaya siswa belajar dengan kondisi situasi dan motivasi lebih baik karena perhatian dan bantuan dari kawan-kawan tampak ditujukan terhadap siswa berkesulitan tersebut, Sehingga mendorong semangat baru untuk segera dapat menguasai materi pembelajaran membaca dan menulis (Soetjipto, 1998).

Demikian pula temuan Soetjipto (1997) yang menyatakan bahwa siswa berkesulitan belajar membaca dan menulis di Kotamadya Surabaya mencapai jumlah 10% sampai 20% pada kelas rendah di SD. Oleh karena itu, perlu penerapan pembelajaran kooperatif. Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat dalam identifikasi kesulitan belajar di SDN Kecamatan Waru, menemukan siswa berkesulitan belajar sebanyak 10% -- 20%, di antaranya sebagian besar kesulitan membaca dan menulis permulaan (Budianto, 1996).

Berbagai ahli ini bekerja sama untuk menangani siswa berkesulitan belajar. Perlu adanya inovasi pendekatan dan metode pembelajaran kooperatif dengan kerja-sama antar berbagai disiplin ilmu dan tenaga ahli pendidikan.

Tujuan

Pada pembelajaran kooperatif tipe TAI ini diharapkan siswa bisa saling membantu dan saling memiliki ketergantungan secara positif, dan akhirnya membentuk sikap gotong-royong dalam mencapai tujuan pembelajaran dan kemandirian belajar. Dengan demikian, alternatif yang diterapkan ini merupakan pilihan yang paling banyak memberikan keuntungan.

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa berkesulitan belajar membaca menulis permulaan dengan pendekatan pembelajaran kooperatif tipe TAI di SD.

Rumusan Masalah

Berpijak dari latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian:

Apakah pembelajaran kooperatif tipe TAI dapat meningkatkan prestasi belajar siswa berkesulitan membaca dan menulis SD?

METODE PENELITIAN

Sasaran yang menjadi subjek penelitian adalah siswa kelas satu dan dua SD Negeri Waru I dan SD Negeri Waru IV, pada bidang pengajaran Bahasa Indonesia. Pemilihan lokasi ini karena telah dilakukan survey awal yang berhasil mengidentifikasikan adanya siswa berkesulitan belajar cukup besar jumlahnya. Penelitian ini dirancang melalui pendekatan "Pre-tes Post-test Control Group Desain", dengan adanya kelompok yang menjadi kontrol terhadap kelompok lainnya. Ke dua kelompok dikenai pendekatan perlakuan yang berbeda, namun materi, waktu, dan kondisi sama. Treatment dalam penelitian ini digunakan Pendekatan Kooperatif Tipe TAI, dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. teams dibentuk kelompok yang beranggotakan 4 - 6 siswa,

b. placement test para siswa diberi pretest pada permulaan program,

c. student creative strategi pembelajaran pada membaca permulaan Bahasa Indonesia, tes formatif, tes unit membaca yaitu: lafal, intonasi, dan lancar, serta tes unit menulis, yaitu: jelas, benar dan rapi, serta lembar kerja siswa,

d. team study, setelah dites/diuji tingkat pertama, siswa diberi tugas membaca secara individual, begitu juga dalam menulis materinya terdapat pada buku paket, Lancar membaca I dan II.

d.Siswa mengerjakan tugas dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1) siswa berpasangan atau bertiga,

2) siswa meminta bantuan / petunjuk guru dalam melaksanakan tugas membaca unit,

3) masing-masing siswa membaca unit dibantu teman kelompoknya, dan

4) siswa menyelesaikan tes unit yang merupakan tes akhir kelompok.

dibentuk Team scores and team recognition: pada akhir minggu guru menghitung skor kelompok, kelompok yang super dan hebat mendapatkan surat sertifikat yang menarik, sedangkan yang kategori baik tidak diberikan sertifikat,

dibentuk teaching group: pada saat memulai materi baru, guru mengajar materi pokok selama 10 hingga 15 menit secara klasikal,

e. facts test, dua kali dalam seminggu siswa mengambil tes-tes 3 hingga 5 menit membaca dan menulis berdasarkan fakta dan

f. whole class units, setelah tiga minggu guru menghentikan program individual yang digunakan dalam menyelesaikan tes dan menggunakan satu minggu untuk mengajar yang berhubungan dengan strategi membaca dan menulis.

Metode yang dipakai untuk mengumpulkan data adalah tes untuk menjaring prestasi awal dan prestasi akhir program, teknik dokumentasi untuk mendapatkan data prestasi siswa pada raport cawu 1, teknik dan observasi untuk mengamati proses belajar serta menilai perkembangan prestasi siswa.

Analisis data menggunakan statistik nonparametrik "uji tanda" atau The sign test.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tinjauan khusus, perbandingan belajar antara pendekatan kooperatif dan klasikal secara keseluruhan adalah:

1. Kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sebagai berikut:

a. Dari pengujian kelompok eksperimen pada kelas satu, diperoleh data bahwa jumlah subjek (n) = 40; mean = 20; standar deviasi (SD) = 3,162; dan (tanda +) = 39, besarnya pengaruh/tanda + dikurangi 0,5 (X) = 38,5; maka nilai hitung empiris (ZH) diperoleh 5,85; nilai kritis 5% ; (untuk pengujian satu sisi) didapat nilai kritisnya Z (tabel curve normal) = 1,64 ; Ho diterima jika ZH < style=""> dan Ho ditolak bila ZH > 1,64. Oleh karena ZH 5,85 > 1,64 berarti ada pengaruh pembelajaran kooperatif terhadap prestasi belajar siswa berkesulitan belajar.

b. Dari pengujian kelompok eksperimen pada kelas dua, diperoleh data bahwa n = 40; mean = 20; SD = 3,162; dan (tanda +) = 37 serta X = 36,5; maka nilai hitung empiris (ZH ) diperoleh 2,056; sedangkan nilai kritis 5% (untuk pengujian satu sisi) didapat pada tabel, nilai kritisnya Z = 1,64 ; Ho diterima jika ZH < style=""> dan Ho ditolak bila ZH > 1,64. Oleh karena ZH = 2,056 > 1,64 maka Ho ditolak karena ZH 2,056 > dari 1,64. Berarti ada pengaruh pembelajaran kooperatif terhadap prestasi belajar siswa berkesulitan belajar.

2. Adapun pembelajaran klasikal dalam kelompok kontrol baik kelas satu maupun kelas dua, tidak berpengaruh terhadap prestasi siswa.

Pada kelas satu, diperoleh data bahwa n = 40; mean = 20; SD = 3,162; dan (tanda +) = 23 serta X = 22,5; nilai hitung empiris (ZH ) diperoleh 0,790; nilai kritis 5% (untuk pengujian satu sisi) maka nilai kritisnya Z = 1,64; Ho diterima jika ZH < style=""> dan Ho ditolak bila ZH > 1,64. Oleh karena ZH = 0,790 < style=""> maka Ho diterima karena ZH 0,790 < dari 1,64 berarti tidak ada pengaruh pembelajaran klasikal terhadap prestasi belajar siswa berkesulitan belajar.

Pada kelas dua, diperoleh data bahwa n = 40; mean = 20; SD = 3,162; dan (tanda +) = 24 serta X = 23,5; sedangkan nilai hitung empiris (ZH) diperoleh 1,107; nilai kritis 5% (untuk pengujian satu sisi), nilai kritisnya Z = 1,64 ; Ho diterima jika ZH < style=""> dan Ho ditolak bila ZH > 1,64. Oleh karena ZH = 1,162 < style=""> maka Ho diterima karena ZH 1,164 < style=""> ada pengaruh pembelajaran klasikal terhadap prestasi belajar siswa berkesulitan belajar.

Siswa berkesulitan belajar ini disebabkan karena siswa berkesulitan menerima materi belajar, merasa bahan atau materi pembelajaran bertambah sulit baginya. Sehingga semakin hari semakin bertambah kompleks kesulitannya. Akhirnya siswa berkesulitan belajar tersebut berpotensi menjadi gelisah dan putus asa karena metode pembelajaran yang statis, mementingkan klasikal, dan konvensional. Namun, dengan pembelajaran kooperatif terjadi sebaliknya. Siswa berkesulitan belajar dibantu oleh teman-teman dalam kelompok sehinga terjadi interaksi multi arah, dan saling memberi kontribusi satu siswa terhadap lainnya dalam pembelajaran tutor teman sebaya.

Hasil diskusi tersebut menjadikan hal yang sulit dapat dipecahkan siswa secara bersama sesuai dengan bahasa siswa itu sendiri. Suasana belajar tersebut sangat nyaman, baik untuk perkembangan siswa tersebut. Mereka saling memberikan kontribusi satu sama lainnya. Hal ini terjadi, karena di dalam belajar siswa saling melengkapi, saling membantu saling ketergantungan positif, dan saling memberikan kontribusi satu sama lainnya, meskipun kemampuan setiap siswa berbeda. Perbedaan tersebut baik dalam kemampuan pembelajaran maupundalam keterampilan kegiatan sehari-hari.

3. Khusus bagi siswa berkesulitan belajar

a. Dari kelompok eksperimen pada kelas satu, diperoleh data bahwa (n) = 5; mean = 2,5; standar deviasi (SD) = 1,25; dan tanda +) = 5; serta (X) = 5 - 0,5 = 4,5; sedangkan nilai hitung empiris (ZH) diperoleh 1,60; nilai kritis 1% (untuk pengujian satu sisi) maka nilai kritisnya Z (tabel kurva normal) = 1,383; Ho diterima jika ZH < style=""> dan Ho ditolak bila ZH > 1,383. Oleh karena ZH = 1,60 maka Ho ditolak karena ZH 1,64 > dari 1,383 berarti ada pengaruh pembelajaran kooperatif terhadap prestasi belajar siswa berkesulitan belajar. Dari kelas dua, diperoleh data bahwa n = 9; mean = 4,5; SD = 2,25; dan (tanda +) = 9 serta X = 8 - 0,5 = 8,5; sedangkan nilai hitung empiris (ZH) diperoleh 1,777; nilai kritis 1% (untuk pengujian satu sisi) maka nilai kritisnya ZH = 1,383 ; Ho diterima jika ZH < style=""> dan Ho ditolak bila ZH > 1,383. Oleh karena ZH = 1,777 > 1,383, maka Ho ditolak karena ZH 1,777 > dari 1,383 berarti ada pengaruh pembelajaran kooperatif terhadap prestasi belajar siswa berkesulitan belajar.

b. Hasil pada siswa kelompok kontrol sebagai berikut:

Kelas satu, hasilnya sebagai berikut: n = 5; M = 2,5 ; SD = 1,25 ; dan (tanda +) = 2 serta X = 2 - 0,5 = 1,5; dan nilai hitung empiris (ZH) adalah -0,8; dengan nilai kritis 1% diketemukan dalam tabel 1,833. Ho diterima jika ZH < style=""> dan Ho ditolak bila ZH > 1,383.. Oleh karena ZH = -0,8 maka Ho diterima karena ZH 0,8 < style=""> terhadap prestasi belajar siswa berkesulitan belajar.

Dengan demikian pembelajaran klasikal tidak berpengaruh terhadap prestasi pada siswa berkesulitan belajar di kelas satu. Sedangkan kelas dua, hasilnya sebagai berikut: n = 9; M = 4,5 ; SD = 1,7 ; dan (tanda +) = 2 serta X = 2 - 0,5 = 1,5; sedangkan nilai hitung empiris (ZH) diperoleh -1,688; nilai kritis 1% (untuk pengujian satu sisi) nilai kritisnya pada tabel Z = 1,383 ; Ho diterima jika ZH < 1,383 dan Ho ditolak bila ZH > 1,383. Oleh karena ZH = -1,688 maka Ho diterima karena ZH -1,688 < style=""> 1,383 berarti tidak ada pengaruh pembelajaran klasikal terhadap prestasi belajar siswa berkesulitan belajar.

Kesulitan pada siswa tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya kecerdasan, bakat minat dan pengaruh lingkungan/kebudayaan (Hidayat, 1990). Pada saat ini diterapkan pola pembelajaran klasikal kon-vensional dengan kurikulum 1994. Siswa yang berkesulitan belajar di SD Kecamatan Waru, kesulitan membacanya sebesar 51,2%, dan kesulitan menulisnya sebesar 31,7%. Karena siswa berkesulitan belajar tidak mendapatkan layanan secara khusus, maka lambat laun kesulitan tersebut menjadi semakin berat beban kesulitannya. Oleh karena itu, siswa bermasalah tersebut berpotensi tinggal kelas atau menjadi drop out pada kelas rendah.

Temuan ini relevan dengan Holly Beers (dalam Slavin, 1995) yang menyebutkan bahwa belajar kooperatif menggunakan tipe TAI dalam matematika memperoleh kemajuan yang signifikan khususnya bagi anak-anak yang tidak menyukai matematika, dibandingkan dengan klasikal konvensional. Demikian juga Baltzley, seorang guru matematika (dalam Slavin. 1995:103), menyebutkan pembelajaran kooperatif tipe TAI akan dapat memenuhi kebutuhan sosial, dan prestasi akademik siswa akan jauh meningkat bila dibandingkan saat mempergunakan tipe secara klasikal-tradisional. Selain itu Davidson (1989) setelah membandingkan pembelajaran kooperatif tipe TAI dengan pembelajaran tradisional menyatakan bahwa 60% siswa dalam belajar kelompok (kooperatif) mendapatkan nilai yang memuaskan. Selanjutnya dinyatakan bahwa pembelajaran kooperatif tipe TAI berpengaruh positif terhadap keterampilan matematika siswa berkesulitan belajar.

Menurut Pusbang Kurrandik Balitbang Dikbud (Widyastono, 1996), dalam penelitiannya ditemukan bahwa dalam setiap SD terdapat sejumlah siswa yang mengalami masalah khusus dan berkesulitan belajar, sehingga memerlukan perhatian/pelayanan khusus agar mampu mengembangkan potensi siswa secara optimal. Lebih lanjut disebutkan bahwa masalah khusus kesulitan belajar tersebut di antaranya: gangguan komunikasi, kesulitan berhitung, kesulitan membaca, dan kesulitan menulis. Bila anak berada jauh di bawah rata-rata kelas maka anak itu mengalami kesulitan belajar (Ardiana, 1996).

Masih terdapat beberapa masalah yang memerlukan penanganan secara khusus, di antaranya adalah tingginya angka mengulang kelas dan putus sekolah dasar pada kelas rendah. Angka mengulang kelas di SD mencapai 9,1% dengan fluktuasi di kelas I sebesar 16,1%, sedangkan angka putus sekolah mencapai hampir 25% (Balitbang Dikbud, 1994). Lebih lanjut dijelaskan bahwa masalah khusus kesulitan belajar tersebut dikategorikan kesulitan: a) kesulitan komunikasi sebesar 65,2%, b) kesulitan berhitung sebesar 57,5%, c) kesulitan membaca 51,2% dan d) kesulitan menulis 31,7% (Widyastono, 1996).

Berdasarkan keadaan tersebut maka kesulitan belajar adalah bentuk kesukaran/kegagalan siswa dalam proses memperoleh perubahan tingkah laku secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri, dalam interaksi dengan lingkungan.

Banyak orang tua siswa yang mengeluh karena anaknya tidak dapat membaca dan menulis di SD, meskipun sudah satu tahun atau lebih belajar membaca dan menulis permulaan di kelas satu dan dua. Guru-guru pun juga mengeluh karena kemajuan yang diperoleh siswanya tidak memuaskan harapannya, atau sangat lamban. Siswanya juga mengeluh karena ia merasakan kesulitan dalam menangkap materi belajar di kelas. Mereka selalu bertanya apakah faktor-faktor penyebabnya. Faktor penyebab adalah di samping faktor tersebut di atas, juga faktor lainnya yang spesifik yaitu metode mengajar membaca dan menulis yang digunakan, sarana belajar mengajar yang kurang menunjang, kurangnya dorongan dan perhatian orang tua, hubungan sosial dengan teman yang kurang membantu serta faktor dasar siswanya (Murtadlo, 1996).

Hal ini menunjukkan bahwa kualitas layanan pendidikan perlu ditingkatkan, terbukti dengan banyaknya siswa bermasalah yang kurang beruntung dalam jumlah yang memprihatinkan tersebut. Masalah pendekatan dan metode inilah yang merupakan masalah aktual sebagai penyebab kesulitan belajar di SD dalam membaca dan menulis permulaan. Tata aturan menulis ini disesuai dengan pedoman menulis tangan tegak berdasarkan Surat keputusan (SK) Mendikbud No.094/C/Kep/1.88 tanggal 7 Juli 1988 (Depdikbud, 1988).

Beberapa metode yang digunakan dalam pembelajaran membaca-menulis menurut Hold Way (dalam Ardiana, 1996) antara lain: metode bunyi, metode kalimat, dan metode konteks ceritera.

Proses KBM yang digunakan dalam menangani kesulitan belajar membaca dan menulis permulaan ini yang diajukan adalah metode gabungan di antaranya: selusur jari, perbandingan kata, pembunyian huruf, SAS, dan metode mengeja. Agar pelaksanaan pembelajaran terhadap siswa berkesulitan belajar dapat menimbulkan suasana yang fleksibel dan variatif, maka perlu digunakan metode yang bermacam-macam. Di samping itu guru perlu mengkondisikan siswa agar selalu dapat bekerja sama (kooperatif) yang saling membantu dalam pembelajaran. Selain itu kerjasama antara guru, bantuan tutor teman sebaya dan orang tua di rumah terus ditingkatkan. Trifungsi tersebut diaktifkan untuk meningkatkan proses dan hasil pembelajaran peserta didik (Moejiarto, 1993)

Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pendekatan belajar siswa dalam suatu tempat dengan kelompok kecil yang memiliki tingkat belajar yang berbeda. Dalam penyelesaian tugas kelompok setiap anggota saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi belajar. Proses belajar belum dianggap selesai jika salah satu kawan dalam kelompok tersebut belum dapat menyelesaikannya.

Tipe belajar kooperatif lainnya adalah "Student Teams Achievement Division (STAD)" ( Azizah, 1998). Menurutnya, manfaat pembelajaran kooperatif adalah: (a) memperbaiki sikap terhadap kegiatan belajar, (b) pemahaman materi lebih mendalam, (c) motivasi belajar lebih besar, dan (d) hasil belajar siswa lebih tinggi. Di samping uraian tersebut di atas suasana atau iklim belajar memiliki pengaruh yang besar terhadap pencapaian hasil belajar yang optimal. Tipe lainnya adalah TGT (teams-games- tournament), tipe Jigsaw, tipe Group Investigation dan tipe Pendekatan Struktural.

Sesuai kurikulum SD tahun 1994 pengajaran bahasa Indonesia menekankan pada pembentukan keterampilan memperoleh pengetahuan, bukan hanya sekadar memperoleh pengetahuan. Oleh karena itu teori belajar yang sesuai adalah teori pembelajaran kognitif yang memberikan pengetahuan yang berpusat pada proses mental siswa dengan keterlibatan langsung dalam mengolah informasi. Pembelajaran kognitif ini erat kaitannya dengan teori konstruktivis. Menurut pandangan psikologi kognitif pembelajaran merupakan produk interaksi antara pengetahuan, informasi yang ditemui, dan pengalaman dari padanya.

Menurut Gallowing (1976), belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi, dan faktor-faktor lain. Proses belajar di sini antara lain mencakup pengaturan stimulus yang diterima dan penyesuaian dengan struktur kognitif yang terbentuk di dalam pikiran seseorang berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya.

Slavin (1995) mendefinisikan bahwa pendekatan konstruktivis menerapkan pembelajaran kooperatif secara ekstensif, dengan demikian siswa akan lebih mudah menemukan, dan memahami konsep-konsep yang sulit, apabila mereka saling mendiskusikan konsep tersebut dengan temannya. Kauchak (1993) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah sebutan dari kumpulan strategi mengajar yang digunakan siswa untuk membantu satu dengan lainnya dalam mempelajari sesuatu materi pelajaran. Oleh karena itu maka cara belajar kooperatif ini juga disebut "pengajaran teman sebaya" Di dalam pembelajaran kooperatif ini siswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil saling membantu satu sama lainnya. Susunan kelompok terdiri dari empat atau lima siswa campuran, ada yang berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Siswa tetap berada dalam kelompoknya selama beberapa minggu (Murtadlo, 1996)

Berikut ini perbedaan aplikasi antara kelompok pembelajaran kooperatif dan kelompok tradisional, sebagai berikut:

KELOMPOK PEMBELAJARAN KOOPERATIF

KELOMPOK PEMBELAJARAN TRADISIONAL

1. Kepemimpinan bersama

2. Saling ketergantungan positif

3. Keanggotaan yang heterogen

4. Mempelajari keterampilan kooperatif

5. Tanggung jawab terhadap hasil belajar seluruh anggota kelompok

6. Menekankan tugas dan hubungan kooperatif.

7. Ditunjang oleh guru.

8. Satu hasil kelompok

9. Evaluasi kelompok

1. Satu pemimpin

2. Tidak ada saling ketergantungan

3. Keanggotaaan yang homogen

4. Assumsi adanya keterampilan sosial.

5. Tanggung jawab hasil belajar Sendiri

6. Hanya menekankan pada tugas

7. Diarahkan oleh guru

8. Beberapa hasil individu.

9. Evaluasi individual

.

Tabel 1 Perbedaan Antara Pembelajaran Kooperatif dan Tradisional

Dari dua pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa interaksi antarsiswa menjadi sangat penting, menentukan dalam keberhasilan belajar siswa. Untuk itu pembelajaran siswa ditekankan dalam konsep pembelajaran kooperatif. Pola yang dipakai adalah pola pembelajaran kelompok yang satu sama lain berinteraksi, saling mengisi dan melengkapi satu dengan lainnya.

Beberapa keuntungan pola pembelajaran kooperatif, yang diterapkan ini sebagai berikut: (a) Siswa mencapai tujuan secara bersama-sama dengan menjunjung tinggi kebersamaan, (b) Siswa aktif membantu dan mendorong semangat untuk sama-sama berhasil, (c) Siswa aktif berperan sebagai tutor teman sebaya, dalam mencapai tujuan (d) Interaksi antarsiswa seiring dengan peningkatan kemampuan mereka dalam berpendapat, (e) Interaksi antar siswa juga membantu meningkatkan perkembangan kognitif siswa.

Di samping itu pembelajaran Kooperatif tipe TAI, juga terdapat beberapa kelemahan di antaranya: dibutuhkan tenaga dan biaya yang besar, waktu yang relatif lama, untuk pembuatan dan pengembangan perangkat pembelajaran. Jika siswa dalam kelas sangat besar, guru akan mengalami kesulitan manajemen kelas, sehingga bimbingan kurang optimal.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan pada hasil dan pembahasan yang diuraikan di atas, selanjutnya penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: Pendekatan pembelajaran kooperatif tipe TAI berpengaruh positif terhadapi prestasi siswa berkesulitan belajar.

Begitu juga secara klasikal pendekatan pembelajaran kooperatif tipe TAI dapat meningkatkan prestasi belajar siswa secara keseluruhan, baik kelas satu maupun kelas dua.

Berpijak dari simpulan di atas, dikemukakan saran-saran sebagai berikut: Pendekatan pembelajaran kooperatif tipe TAI, perlu disebar luaskan, didesiminasikan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa berkesulitan belajar. Perlu adanya gotong royong dalam mencapai tujuan belajar, serta diperlukan penelitian lanjutan yang lebih luas terhadap pembelajaran kooperatif ini agar hasil penelitian dapat mencakup lebih luas lagi baik kualitas maupun kuantitasnya. Perlu adanya ujicoba pembelajaran koo-peratif terhadap bidang pengajaran yang lain, seperti: IPA, Matematika, ilmu pengetahuan sosial, dan muatan lokal.

DAFTAR PUSTAKA

Ardiana, L. 1996. "Pengaruh Kemitraan Sekolah, Orang Tua, dan Siswa Terhadap Kemampuan Membaca dan Menulis Permulaan Siswa Kelas Rendah Sekolah Dasar". Jurnal Riset, No. 05:Th.III.1-15, UNESA Surabaya

Azizah, U. 1997. "Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD di Kelas". Media Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan, XX: 24 -45.

Balitbang,Dikbud. 1994. Pelaksanaan Wajarpendas Sembilan Tahun di Indonesia dan Kendalanya. Jakarta: Depdikbud Dikdas.

Budiyanto. 1996."Identifikasi Siswa Kesulitan Belajar dan DMO. di SD".(Laporan Pene-litian Tidak Diterbitkan).Pusat Penelitian IKIP Surabaya.

Budiningarti. 1998. "Pengembangan Strategi Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw pada Pengajaran Fisika di SMU" Tesis (tidak diterbitkan) Surabaya: IKIP Surabaya

Davidson. 1989. "Educational Psychology, Theory and Practice Kooperative Learning" Journal of Psychology. New York: University Ohio Press.

Mendikbud. RI.1988. Bentuk Tulisan Tangan yang Baku . Jakarta: Dirjen Dikdasmen.

Gallowing, Charles. 1976. Psychology for Learning and Teaching. New York: MC. Graw Hill Book Co.

Hidayat, T. 1990. Tinjauan Pendidikan Tentang Kesulitan Belajar Anak Bermasalah. Surakarta: Puslit UNS.

Kaucak. 1993. Introduction to Psychology for Learning. New York: MC.Grae Hill Book Co.

Moedjiarto. 1993. "Melibatkan Orang Tua dalam Kegiatan Sekolah". Media Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan. 68: Th. XV, 44-61.

Murtadlo. 1995. “Penanganan Terapi Siswa Bermasalah di SD”.(Laporan Penelitian Tidak Diterbitkan).Pusat Penelitian IKIP Surabaya.

---------1996. “Pengembangan Model Terapi Siswa Berkesulitan di SD.” (Laporan Penelitian Tidak Diterbitkan).Pusat Penelitian IKIP Surabaya.

Slavin. 1995. Cooperative Learning: Theory, Research, and Practice. New York: MC.GrawHillBook Co.

Soetjipto. 1997. “Pengembangan Model Penanganan Terapeutik Siswa Berkesulitan Belajar Bahasa di SD”. (Laporan Penelitian Tidak Diterbitkan). Pusat Penelitian IKIP Surabaya.

------ 1998.”Penerapan Model Terapi Siswa Berkesulitan Belajar di SD Kecamatan Lakarsantri” Kotamadya Surabaya. (Laporan PKM. Tidak Diterbitkan). Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat IKIP Surabaya.

Toeti, Sukamto.1997. Teori Belajar dan Model-model Pembelajaran.Jakarta: PAU Depdikbud.

Widyastono, H. 1996. Profil Siswa SD yang Memerlukan Perhatian/Layanan Khusus dan Bekrkesulitan Belajar. Jakarta: Balitbang Dikbud.